Tak Ada ruang untuk Tuhan
Berdiam diri dan memenuhi pikiran dengan impian, sangat menyenangkan. Aku bisa larut dalam alunan langkah-langkah imajinatif itu, melayang membangun dan mewujudkan impian, meski juga masih sebatas angan.
Di sana kuraih semua yang kupikirkan, menjadi sosok yang berbeda dari hari ini, nyaman secara finansial dan berguna bagi nilai kemanusiaan. Aku berhasil menggapai apa yang selama ini hanya bergelayut di dalam kepalaku. Enggan rasanya aku kembali ke duniaku yang sebenarnya.
Aku memang tidak mengimajinasikan sebagai sosok yang kaya raya, sama sekali tidak. Aku hanya melukiskan dunia masa depan dimana aku mampu memberdayakan banyak aset ekonomi di sekelilingku dan orang-orang yang selama ini terpinggirkan. Mendirikan lembaga pelatihan dan pendidikan, tempat dimana orang belajar untuk menjadi pribadi yang berhasil. Itu semua berhasil kuwujudkan dalam diri imajinatifku. Aku bangga pada diriku, puas pada pencapaian kerjaku.
Saat aku bertanya pada diriku, terus sekarang apalagi? Aku terdiam, rasanya diri imajinerku berhenti pada titik ini. Aku tak lagi mampu membangun ruang imajiner yang lebih spektakuler lagi, namun ada satu yang sejauh ini tak tersentuh. Dimana aku menempatkan Tuhan dalam keberhasilanku? Aku hanya terdiam, bahkan dalam diri imajiner pun aku tak lagi mampu menghadirkan sosoknya.
Tak ada tempat bagi keagunganNya dalam ruang-ruang diriku, semua telah dipenuhi oleh mimpi-mimpi dan pikiran-pikiran rasional. Inikah gambaran diriku? Dalam diri imajinerku, setiap kali melangkahkan kaki, ada kegelisahan, tak ada lagi yang membisikiku dengan kata-kata peneguhan. Aku ingin Ia kembali mengisi hatiku, tetapi aku juga sulit untuk kembali menyisakan ruang khusus itu untukNya.
sing dikarepke ki Tuhan opo Hesti
he…he…,sajake lagi dielingke iki
Lupa dgn diri sendiri…karena selalu ingat Tuhan.
Lupa dgn Tuhan…karena selalu ingat diri sendiri.